Friday, December 18, 2009

Mengenang Soe Hok Gie*




Oleh : Ganda Kurniawan
Makhluk kecil kembalilah
Dari tiada ketiada
Berbahagialah dalam ketiadaanmu
Bait puisi itu diguratkan oleh Gie pada waktu ia memikirkan tentang betapa indahnya  mati muda. Soe Hok Gie dilahirkan pada tanggal 17 Desember 1942 dan meninggal tanggal 16 Desember 1969 di Gunung Semeru akibat gas beracun.
Kita telah mengenal sepak terjang sosok Gie yang unik dalam sejarah. Gie adalah mahasiswa Jurusan Sejarah FS UI dan menjadi aktivis kemahasiswaan. Dalam pergulatan intelektual muda melawan tirani, banyak yang meyakkini gerakan Gie berpengaruh besar terhadap tumbangnya Soekarno dan dia juga termasuk orang pertama yang mengkritik tajam Orde Baru.
Darinya terkadang kita hanya memujanya akan keberanian dan sifatnya yang menolak menyerah dari sepak terjangnya. Padahal ada sisi lain yang unik tentang dirinya yang suka akan ekspedisi naik gunung. Sama seperti kita, mahasiswa EXSARA, mahasiswa Sejarah yang juga cinta akan alam. Yang terus terngiang terus adalah ”falsafahnya”:
”Di gunung kita akan menguji diri dengan hidup sulit, jauh dari fasilitas-fasilitas enak. Biasanya akan ketahuan, seseorang itu egois atau tidak.”
” Dan mencintai tanah air Indonesia dapat ditumbuhkan dengan mengenal Indonesia bersama rakyatnya dari dekat. Pertumbuhan jiwa yang sehat dari pemuda harus berarti pula pertumbuhan fisik yang sehat. Karena itulah kami naik gunung."
Pemikiran, inspirasi dan sepak terjangnya tercatat dalam catatan hariannya. Didalamya tergambarkan sosok Gie yang begitu berkarakter. Ia berani bersikap seolah pemuda yang berbadan kecil ini sudah menentukan arah jalan hidupnya. Kata yang begitu menyiratkan pengertian dan arti sebuah kehidupannya adalah ”Now I see the secret of making the best person. It is grow in the open air, and to eat and sleep with the earth”. Kalimat tersebut mengilhami Gie bahwa penciptaan manusia terbaik bukanlah mereka yang hidup berlimpah materi. Melainkan ia yang tumbuh di udara yang terbuka bebas, makan dan tidur bersama alam.
Perjalanan dalam pendakian juga bukan hal yang mudah, karena membutuhkan fisik dan mental yang mantap. Belum lagi bila orang yang diajak Gie terkadang manja, maka mereka pasti akan berkata ”Buat apa naik gunung, cari susah aja si loe”, ”buat apa naik gunung ntar turun lagi”. Inilah jawaban anak mami yang tak mau dibilang manja. Mereka takut akan kesulitan yang akan dihadapi, padahal menajdi generasi muda Indonesia adalah harus seorang yang tahan banting, orang yang tidak muidah mengeluh akan beratnya tugas dan tanggungjawabnya serta orang yang berani hidup susah. Seperti kata Erlangga ”Setiap pemimpin harus berani hidup menderita melebihi dari rakyat yang dipimpinnya”. Tetapi Gie tidak pernah memaksa. Karena orang yang diajaknya sudah menunjukan siapa dirinya sebenarnya. Dan lagi itu adalah pilihan. Gie menghargai itu.
*legacy words to EXSARA

No comments:

Post a Comment