Sejarah Candi Sukuh
Para
pakar sejarah kepurbakalaan termasuk para arkeologi hingga kini belum
mengetahui secara tepat siapa dan kerajaan mana yang membangun Candi Sukuh.
Melalui motif – motif pada reliefnya, mereka hanya berspekulasi bahwa candi ini
merupakan perpaduan antara kebudayaan kerajaan majapahit menjelang keruntuhanya
dengan sebuah kerajaan lain di jawa.
Berdasarkan catatan pada arsip – arsip kuno, ketika diketemukan batu – batu
dan patung- patung candi ini berserakan, tidak terawat. Banyak di antara batu –
batuan dan patung- patung telah hilang. Pada tahun 1815 semasa pemerintahan Sir
Thomas Stamford Raffles, Residen Johhson di Surakarta memerintahkan pencarian
dan pengumpulan data guna penulisan “The History of Java”. Demi tujuan inilah kemudian studi tentang berbagai
candi di jawa dan tempat – tempat lainya di Indonesia di lakukan.
Berdasarkan relief dan
ukiran huruf – huruf di bagian candi yang bertuliskan “ Gapura Bhuto Anguntal
Jalma” atau “ seorang raksasa memangsa manusia”, melalui lambang condro
sengkolo dalam kalender jawa ( gapuro=gerbang angka 9, bhuto=raksasa angka 5,
anguntal=memangsa angka 3, jalmo=manusia angka 1, jika di balik akan diperoleh
angka 1359 tahun saka atau menjadi 1437 masehi- selisih 78 tahun ) diketahui
bahwa candi ini dibangun pada abad ke XV.
Candi Sukuh merupakan
candi erotis di pulau jawa. Bagi pengunjung daya tarik dan pesona candi ini
nampaknya berasal dari patung- patung serta relief yang menggambarkan alat
kelamin pria dan alat kelamin wanita. Ini logis karena Candi Sukuh sejauh ini
merupakan satu- satunya candi erotis yanng ditemukan di pulau jawa. Bentuk
candi ini pun di bagian depan menjorok berbentuk organ Vagina manusia.
Beberapa patung dan
reliefnya menampilkan orang- orang yang tidak berbusana ( bugil ). Pada gerbang
utama candi kita dapat menyaksikan relief organ seks lelaki berhadapan satu
sama lain dengan organ seks perempuan secara realitas. Sekalipun demikian
relief ini dihiasi dengan semacam rangkaian karangan bunga atau semacam rantai-
rantai perhiasan. Dengan ini kita bisa tahu bahwa seks seseungguhnya merupakan
sesuatu yang penting dan hubungan seks yang sah merupakan sesuatu yang suci (
sakral ).
Dengan adanya relief dan patung tersebut
membuktikan bahwa Candi Sukuh juga digunakan sebagai pemujaan roh nenek moyang
atau leluhur, sebagai media komunikasi dengan para Dewa dan juga sebagai makam.
Struktur bangunan Candi sukuh
Bentuk candi
Sukuh yang berupa trapesium memang tak lazim seperti umumnya candi-candi lain
di Indonesia. Sekilas tampak menyerupai bangunan suku Maya di Meksiko atau suku
Inca di Peru. Candi ini juga tergolong kontroversial karena adanya obyek-obyek
lingga dan yoni yang melambangkan seksualitas.
Struktur candi
sukuh tidakl seperti candi-candi lain di jawa boleh dikatakan candi Sukuh menyalahi pola dari buku arsitektur Hindu
Wastu Widya. Di dalam buku itu diterangkan bahwa bentuk candhi harus bujur
sangkar dengan pusat persis di tengah-tengahnya, dan yang ditengah itulah
tempat yang paling suci. Sedangkan ikwal Candi Sukuh ternyata menyimpang dari
aturan-aturan itu, candi sukuh pusatnya tidak berada di tengah namun berda di
bagian paling belakang
Candi Sukuh dibangun dalam tiga susunan loka /trap (teras), yaitu:
Loka
pertama
Gapura ini berukuran tinggi 8 m, lebar 12 m.
Terletak di lantai satu atau gapura pembuka. Pada saat menapaki gapura pertama,
yang mula – mula tampak adalah batu- batuan berundak yang merupakan
karekteristik periode masa zaman prasejarah dengan bangunan megalitiknya.
Terdapat ukiran seekor burung Garuda dengan sayap
terbuka sedang mencengkeram dua ekor naga. Burung Garuda merupakan wahana sang
Dewa wisnu sedangkan naga adalah anak - anak Dewi Kadru. Relief ini berkaitan
dengan kisah sang Garuda putra Dewi Winata yang sedang mencari Tirta Amerta (
air kehidupan ).
Di ambang pintu masuk bagian depan dan belakang terdapat
relief kepala kala yang bentuknya sangat berbeda dengan kala di candi
lain. Kepala kala di sukuh di gambarkan berjanggut panjang dan dipahat relief
makara yang lazimnya dijumpai di sebelah kanan dan kiri pintu masuk sebuah
candi.
Pada gapura ini
ada sebuah candrasangkala dalam bahasa Jawa yang berbunyi gapura buta abara
wong. Artinya dalam bahasa Indonesia adalah “Gapura sang raksasa memangsa
manusia”. Kata-kata ini memiliki makna 9, 5, 3, dan 1. Jika dibalik maka
didapatkan tahun 1359 Saka atau tahun 1437 Masehi.
Di bagian ini terdapat gambar Vagina (yoni) dan
Penis (lingga) yang menurut filosofis hindu lingga dan yoni ini mengandung 3
makna yang berhubungan dengan kepercayaan jawa kuno yanng sudah mentradisi di
masyarakat, memberikan makna bahwa manusia ada karena adanya Penis dan Vagina
atau akibat persetubuhan kedua makhluk, memilki kuasa penghalau roh – roh jahat
atau makhluk halus kasat mata. .
Di bagian
belakang pintu gerbang pertama di sebelah kiri terdapat tumpukan batu- batu
berukir tetapi posisi awalnya belum diketahui dengan pasti. Masih tersisa
sebuah meja, batu penjuru atau batu sendi ( umpak- jawa ). Dengan adanya batu
penjuru di sini patut di duga semula ada sebuah bangunan rumah di atasnya.
Loka
kedua
Gerbang ini berukuran tinggi 4 m, lebar 60 cm.
Pintu gerbang loka kedua sudah rusak. Dikanan kiri gerbang yang lazimnya
terdapat dua patung penjaga gerbang (dwarapala) masih di jumpai dua patung
penjaga pintu berwajah menyeramkan namun tidak begitu jelas posturnya. Demikian
pula pintu gerbang untuk menuju loka ketiga sudah rusak, tidak beratap serta
tidak banyak di jumpai patung- patung disini.
Loka
ketiga
Pada teras
ketiga ini terdapat pelataran besar dengan candi induk dan beberapa relief di
sebelah kiri serta patung-patung di sebelah kanan. Jika para pengunjung ingin
mendatangi candi induk yang suci ini, maka batuan berundak yang relatif lebih
tinggi daripada batu berundak sebelumnya harus dilalui. Selain itu lorongnya
juga sempit. Konon arsitektur ini sengaja dibuat demikian. Sebab candi induk
yang mirip dengan bentuk vagina
Untuk mencapai loka ketiga yang merupakan candi
induk yang sangat di sakralkan pengunjung harus melalui batuan berundak yang
relatif lebih tinggi di banding batu berundak sebelumnya. Belum lagi lorongnya
amat sempit. Ini menyulitkan pengunjung terutama kaum wanita. Tampaknya ini
memang disengaja di buat sebagai bagian dari ritual keagamaan pada waktu itu
dengan menciptakan sejenis ujian khususnya bagi kaum hawa untuk mengetahui
apakah seseorang masih gadis atau sebaliknya. Konon, ketika seorang gadis
mengalami pendarahan pada selaput daranya mendaki batu undak dapat dipastikan
ia masih suci. Sebuah legenda menuturkan bahwa apabila seorang gadis telah
melakukan hubungan seksual pranikah sebelumnya, ketika ia melangkah batu undak
ini kain yang dipakainya akan robek atau bahkan terlepas.
Tepat di atas
candi utama di bagian tengah terdapat sebuah bujur sangkar yang kelihatannya
merupakan tempat menaruh sesajian. Di sini terdapat bekas-bekas kemenyan, dupa
dan hio yang dibakar, sehingga terlihat masing sering dipergunakan untuk
bersembahyang.
Candi utama pada Candi Sukuh bentuknya
trapesium Dengan struktur bangunan seperti ini Candi Sukuh dikatakan
kembali menyalahi pola dari buku arsitektur Hindu Wastu Widya. Di dalam buku
itu diterangkan bahwa bentuk candhi harus bujur sangkar. Hal tersebut bukanlah suatu yang
mengherankan, sebab ketika Candi Sukuh dibuat, era kejayaan Hindu sudah
memudar, dan mengalami pasang surut, sehingga kebudayaan asli Indonesia
terangkat ke permukaan lagi yaitu kebudayaan prahistori jaman Megalithic,
sehingga mau tak mau budaya-budaya asli bangsa Indonesia tersebut ikut mewarnai
dan memberi ciri pada candhi Sukuh ini. Karena trap ketiga ini trap paling
suci, maka maklumlah bila ada banyak petilasan. Seperti halnya trap pertama dan
kedua, pelataran trap ketiga ini juga dibagi dua oleh jalan setapa yang terbuat
dari batu. Jalan batu di tengah pelataran candi ini langka ditemui di
candi-candi pada umumnya. Model jalan seperti itu hanya ada di “bangunan suci”
prasejarah jaman Megalithic
Di sebelah
selatan jalan batu, di pada pelataran terdapat fragmen batu yang melukiskan
cerita Sudamala. Sudamala adalah salah satu 5 ksatria Pandawa atau yang dikenal
dengan Sadewa. Disebut Sudamala, sebab Sadewa telah berhasil “ngruwat” Bathari
Durga yang mendapat kutukan dari Batara Guru karena perselingkuhannya. Sadewa
berhasil “ngruwat” Bethari Durga yang semula adalah raksasa betina bernama
Durga atau sang Hyang Pramoni kembali ke wajahnya yang semula yakni seorang
bidadari.di kayangan dengan nama bethari Uma Sudamala maknanya ialah yang telah
berhasil membebaskan kutukan atau yang telah berhasil “ngruwat”.Adapun Cerita
Sudamala diambil dari buku Kidung Sudamala
Pada lokasi ini
terdapat dua buah patung Garuda yang merupakan bagian dari cerita
pencarian Tirta Amerta yang terdapat dalam kitab Adiparwa, kitab pertama
Mahabharata. Pada bagian ekor sang Garuda terdapat sebuah prasasti. Kemudian
sebagai bagian dari kisah pencarian Tirta Amerta (air kehidupan) di bagian ini
terdapat pula tiga patung kura-kura yang melambangkan bumi dan penjelmaan Dewa
Wisnu..Candi utama yang berbentuk piramida yang puncaknya terpotong
melambangkan Gunung Mandaragiri yang diambil puncaknya untuk mengaduk-aduk
lautan mencari Tirta Amerta
Fungsi Candi Sukuh
Dari tempat asalnya, fungsi candi merupakan bangunan
suci untukpemujaan/upacara ritual kepada para dewa. Setibanya di Nusantara
fungsi candi tidak hanya difungsikan untuk pemujaan (bangunan suci) tetapi
juga untuk tempat perabuan (pemakaman). Dimasa kerajaan HinduBudha
berjaya ditanah air, jenazah para raja yang diyakini sebagai titisan dewa
setelah dikremasi (diperabukan=dibakar ditanam di candi pada suatu wadah
yang disebut peripih. Dalam istilah kuno proses ritual demikian diistilahkan
dengan kata dicandikan, artinya dimakamkan di candi
Fungsi candi sukuh sendiri adalah sebagai
pemujaan, jadi tidak heran jika masih ada masyarakat yang datang untuk
melakukan pemujaan. Di candi ini ada ritual mistisnya tidak kurang juga
wisatawan mancanegara khususnya para wanita yang tampak kurang berkenan dengan
penjelasan yang berkenaan dengan ritual yang berhubungan dengan seks di Candi
Sukuh ini. Yang pertama tentang adanya sekelompok orang yang berbondong-
bondong datang pada bulan purnama dan kemudian membentuk lingkaran dengan
membawa lilin dan kemenyan serta menaikan doa- doa pujian untuk memohon
kekuatan jasmani dan rohani. Ritual ini berlangsung hingga larut malam. Konon
disebutkan pula adanya ritual mistis berupa persenggamaan di sebuah altar
candi, dan uji keperawanan (virginitas) seseorang pada masa itu. Ritual lagi
yang mungkin sampai sekarang masih yaitu tentang Suwuk, Ruwatan atau Ngruwat.
Kesimpulan
Candi Sukuh terletak di lereng Gunung Lawu.
Letaknya di tempat ketinggian dan sulit dicapai menunjukan semangat religius
yang tinggi para pendukungnya. Prasasti yang ditemukan menunjukan abad XV atau
masa kerajaan Majapahit oleh Raja Brawijaya V yang berkuasa di Jawa Tengah.
Ditinjau dari latar belakang pendirian candi sukuh adalah untuk menunjang
kegiatan upacara agama hindu. Hal ini juga dapat menjadi bukti keberadaan dan
kelangsungan pengaruh india yang ikut memperkaya kebudayaan indonesia. Ornamen-
ornamen dan relief – reliefnya menunjukan hal – hal yang dilakukan manusia dan
cerita tentang Kidung Sudamala. Seperti pada ukiran gerbang pertama ada relief
burung garuda dan relief alat kelamin perempuan dan laki- laki di lingkari oleh
rantai. Hingga ke candi induk reliefnya yang mungkin saja kalau jarang mellihat
akan menjadi jijik karenanya. Pemilihan tempat yang berada dilembah yang
digunakan untuk melaksanakan upacara keagamaan hindu mencerminkan adanya
kesinambungan budaya antara kepercayaan tradisional dengan kebudayaan hindu.
Candi sukuh memiliki ciri khas yang tidak
dimiliki oleh candi-candi lain srtruktur bangunannya boleh dikatakan
menyalahi pola dari buku arsitektur Hindu Wastu Widya. Di dalam buku itu
diterangkan bahwa bentuk candhi harus bujur sangkar dengan pusat persis di
tengah-tengahnya, dan yang ditengah itulah tempat yang paling suci. Sedangkan
ikwal Candi Sukuh ternyata menyimpang dari aturan-aturan itu, hal tersebut
bukanlah suatu yang mengherankan, sebab ketika Candi Sukuh dibuat, Era kejayaan
Hindu sudah memudar, dan mengalami pasang surut, sehingga kebudayaan asli
Indonesia terangkat ke permukaan lagi yaitu kebudayaan prahistori kebudayaan
Megalithik, sehingga mau tak mau budaya-budaya asli bangsa Indonesia tersebut
ikut mewarnai dan memberi ciri pada candhi Sukuh ini. pada trap pertama ,kedua,
pelataran trap ketiga ini juga dibagi dua oleh jalan setapak yang terbuat dari
batu. Jalan batu di tengah pelataran candi ini langka ditemui di candi-candi
pada umumnya. Model jalan seperti itu hanya ada di “bangunan suci” prasejarah
dalam budayaMegalithik
Secara
keseluruhan, mengunjungi objek wisata Candi Sukuh memberikan pandangan baru akan bentuk candi maupun
relief-reliefnya yang tidak lazim seperti layaknya candi-candi lain di pulau
jawa. Tentunya hal ini merupakan bukti yang menunjukkan bukti akan kekayaan
budaya bangsa Indonesia
DAFTAR PUSTAKA
Drs. S.Soetarno.
1986. Aneka Candi Kuno di Indonesia. Semarang : Dahara Prize.
Asmadi, Suwarno.
Soemadi, Haryono.2004. Candi Sukuh Antara
Situs Pemujaan dan Pendidikan Seks. Surakarta :
C.V.Massa Baru.
John Miksic. 2002. Sejarah Awal.
Jakarta: PT. Widyawara.
Nugroho, dkk. 1993. Sejarah Nasional
Indonesia III. Jakarta : Balai Pustaka.
I Gusti Made Widia. 1985. Adi
Parwa Seri Mahbarata.
Widyatmanta.
1958. Adiparwa.________
Website :
id.wikipedia.org/wiki/Candi_Sukuh
http://kabutinstitut.blogspot.com/2009/02/eksplorasi-candi-sukuh.html
No comments:
Post a Comment